POLITIK PARKIR KUASA, KEBIJAKAN, DAN PEREBUTAN RUANG KOTA DI INDONESIA

Buku ini lahir dari keprihatinan atas bagaimana isu parkir sering kali dipandang sebagai urusan teknis belaka, sekadar soal marka jalan, tarif, atau lahan kosong padahal sesungguhnya menyimpan cerita besar tentang bagaimana ruang kota diatur, dikendalikan, bahkan diperebutkan oleh berbagai kepentingan. Dari ruang parkir yang tampak sepele, kita bisa menelusuri jejak relasi kuasa, praktik rente, patronase politik, hingga bentuk-bentuk resistensi masyarakat di tingkat akar rumput.

Fenomena ini mudah ditemukan di berbagai kota di Indonesia. Upaya pemerintah daerah menertibkan parkir di ruang publik sering kali tampak sebagai tindakan administratif biasa, namun di baliknya berlangsung jaringan kepentingan yang jauh lebih rumit. Di satu sisi, ada komitmen formal untuk meningkatkan ketertiban dan pendapatan daerah; di sisi lain, terdapat praktik informal yang justru melibatkan sebagian aparatur, kelompok ormas, hingga figur berpengaruh di tingkat lokal. Di lapangan, juru parkir, petugas, dan penguasa wilayah sering kali saling terhubung dalam jejaring ekonomi kecil yang tumbuh dari kebiasaan, toleransi, dan pembiaran yang berlangsung lama. Akibatnya, kebijakan yang dimaksudkan untuk menciptakan keteraturan justru melahirkan paradoks: kebocoran pendapatan, tumpang tindih kewenangan, serta kaburnya batas antara kewenangan negara dan kekuasaan informal. Dalam kerumitan ini, parkir menjadi cermin bagaimana tata kelola kota kerap dinegosiasikan bukan hanya di meja birokrasi, tetapi juga di jalanan tempat kepentingan dan kekuasaan bersilang.